Saturday, September 7, 2013

PEMEKARAN KABUPATEN MONI (Kabupaten Moni Ibu Kota Delama)

Berbicara masalah PEMEKARAN KABUPATEN MONI, saya merupakan salah satu perempuan moni yang tolak pemekaran, tapi itu lalu, sekarang saya berfikir lain. Setelah melihat kenyataan di lapangan. adapun yang melatarbelakangi mengapah saya setujuh pemekaran Kabupaten Moni adalah : pertama, kita semua ketahui bahwa Kabupaten Pania terdiri dari dua suku yaitu suku mee dan suku moni tapi melihat dan mendengar rintihan, keluhan mama-mama saya yang ada dikampung yaitu distrik bibida dan duma dama. pada dasarnya mereka mengingginkan anaknya sekolah tapi karna latar belakang pendidikan dan ketidak tahuaan mereka dan kemampuan mereka yang terbatas sehingga mereka membiarkan anak-anak mereka tumbuh dan berkembang dalam masyarakat tradisional, alias tidak bersekolah dan buta huruf. Saya merasa terharu ketika saya menghitung anak usia sekolah (SD)yang jumlahnya sangat banyak sekitar 271 anak. ternyata mereka semua itu tidak sekolah, hanya beberapa saja. ini saya hitung ketika saya dan keluarga saya mengadakan misa untuk memindahkan tengkorak leluhur saya pada tanggal 22 februari 2013 di kugapa, distrik bibida, kabupaten paniai. saat itu Pastor Marten Kuayo memberkati mereka sebagaimana biasa dilakukan oleh pimpinan gereja katolik untuk anak-anak sekolah mingguh. Ini hanya anak-anak moni yang terhitung belum termasuk anak-anak mee di daerah ini. Dari sekian anak, ternyata mereka ini betul-betul anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan layaknya anak usia mereka. coba anda bayangkan, itu baru di distrik bibida. Belum lagi distrik duma dama, daerah antara tembagapura sampai bibida. daerah yang bisa dijangkau dengan jalan kaki 5 hari. berapa banyak anak usia SD yang tidak mengenyam pendidikan. Berapa banyak penduduk yang korban akibat sakit karna belum ada akses ke sana. mereka harus ke timika atau pania berhari-hari sampai mati diperjalanan. saya bertanya-tanya sebagai seorang perempuan yang mempunyai kodrat melahirkan dan membesarkan anak, tentu menginginkan anak-anak yang kami lahir memiliki masa depan yang baik, tapi apa yang saya maupun mama-mama yang ada di balik gunung rasakan adalah bahwa anak-anak kami bukan mempunyai masa depan yang baik tapi suram. mereka akan menjadi penonton di daerah mereka karena tidak ada generasi moni yang sekolah. ini betul-betul menciptakan perbedaan. Kedua : lebih kusus anak-anak moni yang berasal dari disrtik Bibida, duma dama, selalu dikesampingkan oleh Pemerintahan kabupaten Nabire, Paniai, Timika dan Intan Jaya dalam hal pemberian bantuan pendidikan (beasiswa). Ke timika, timika bilang kamu orang Paniai, Kepaniai, paniai bilang kamu orang Intan Jaya, ke Intan Jaya, Intan Jaya bilang kamu orang Paniai, begitu juga nabire. Sebenarnya kami bagian dari pemerintahan mana????. Hal seperti itu juga terjadi saat rekrutmen pegawai negeri sipil. perlu kami berih tauh disini, perkembangan kabupaten-kabupaten di atas tidak terlepas dari kebaradaan kami suku moni yang ada di lembah weya. tapi ada oknum-oknum tertentu yang menghilangkan sejarah tersebut. Ketiga : Jika ada yang bilang sumber daya manusia kurang, anda orang orang yang salah menilai kami. masalah SDM kami sudah siap. Sekali lagi saya mau tegaskan, bahwa kemajuan pembangunan Pania-Nabire-intan Jaya tidak lepas dari keberadaan kami suku moni. Intan jaya adalah bukti bahwa SDM kami siap. kami tidak muncul kepermukaan karna selama ini kami adalah korban politik lokal. korban politik dari kelompok yang memetingkan kepentingan pribadi dan kelompok. Keempat : sebuah negara dikatakan negara jika memiliki masyarakat, Sumber daya alam dan wilayah dan bahasa. begitu juga dengan suku. kami suku moni yang ada di weandoga (Distrik Bibida) juga mempunyai sumberdaya alam, masyarakat, batas wilayah dan juga bahasa. kami sebagai salah satu Suku yang ada di Papua, merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai hak yang sama untuk menikmati pembangunan seperti suku lain di papua maupun daerah lain di indonesia sesuai dengan amanat otonomi kusus. Kelima : selama tidak ada pemekaraan sampai 50 tahun pun bibida dan duma dama tidak akan perna di bangun, 40 tahun lebih adalah waktu yang sangat lama. apakah kami harus tungguh lagi 40 tahun?????. tidak, kami minta pemekaran, sudah cukup kami diam. saatnya orang moni bicara, untuk perubahan generasi suku Moni dan Mee yang ada di daerah bibida, duma dama dan sekitarnya. by Riskynati